Musuh Terbesar

 Siapa sebenarnya musuh terbesar kita? Apakah seorang yang bertubuh besar sehingga kita tidak punya keberanian bahkan mendekatinya saja? Apakah orang dengan wajah sangar dan menakutkan? Apakah seorang yang jago dalam ilmu bela diri sehingga kita takut ketika kita berhadapan dengan dia kita akan terluka bahan cidera? Atau apakah orang yang selama ini bersahabat dengan kita lalu punya masalah dengan dis tentang suatu hal yang kemudian membuat hubungan kita menjadi tidak sedekat dulu?

Bagi saya, musuh bebuyutan saya adalah anjing tetangga saya yang begitu galak. Kadang-kadang saya dibuat jengkel sehingga saya harus umpet-umpetan hanya untuk lewat jalan depan rumah. Kadang saya dikejar dan kemudian saya melawan dan berbalik mengejar dia. Kadang-kadang dalam hati ingin melempari dia dengan batu di saat si anjing lagi baring-baring santai, tapi takut tetangga saya marah. Kalau saya melempari dia dengan batu saat menggonggong dan mengejar saya kan, wajar. Tapi di saat dia lagi tidak bikin masalah masakan saya yang harus memancing masalah

Banyak yang mendeskripsikan musuh seperti di atas dan itu tidak salah karena masing-masing orang punya bagian-bagian tersendiri dalam hidupnya yang dianggap tidak menyenangkan, dibenci dan tidak ingin berhadapan dengannya. Namun, apakah ini yang sebenarnya adalah musuh kita semua?

Mari kita lihat lebih detail. Permusuhan itu ada karena ada sebab akibat bukan? Ya. Selalu ada sebab dan akibat dari setiap apa dan tindakan apa yang kita berbuat. Tentunya kita punya alasan kenapa kita menganggap tetangga kita sebagai musuh. Kenapa kita begitu tidak menyukai tetangga kita dan membuat kita selalu memperhatikan gerak-geriknya. Atau teman sekelas kita? atau teman kerja kita? Mungkin kita tidak menyadarinya bahwa kita telah menjadikannya sebagai musuh dalam hidup kita. Tapi sebenarnya bukan merekalah musuh terbesar kita.

Musuh terbesar kita adala apa yang membuat permusuhan itu muncul secara fisik. Diri kita. Ya, diri kita. Kenapa? Ya karena semua rasa permusuhan itu tidak akan ada jika diri kita merasa kita tidak perlu bermusuhan dengan orang disekitar kita. Mengontrol perasaan kita adalah diri kita sendiri dan bukan orang lain.

Saya berapa kali ikut dalam perlombaan antar sekolah. Selama pertandingan terkadang terjadi adegan saling adu mulut antara pendukung bahkan peserta sendiri. Ketika selesai pertandingan adu mulut itu kadang-kadang berlanjut di luar pertandingan dan terbawa ke kehidupan sehari-hari bahkan beberapa sekolah kadang-kadang terjadi aksi serang hanya karena sebuah perlombaan walaupun ini tidak pernah terjadi di sekolah saya.

Tapi, sebenarnya semua tindakan-tindakan itu tidak bisa terjadi seandainya masing-masing dari kita bisa mengalahkan musuh terbesar yang ada di dalam diri kita ini. Ketika seorang bisa menerima kekalahan dan berdamai dengan lawan mainnya. Ketika sesorang bisa mengontrol emosi yang timbul dari dalam diri untuk bisa tetap tenang, permusuhan tidak akan ada antara manusia.

Lawan dan Musuh. Bagi saya musuh dan lawan itu berbeda. Lawan adalah sesorang yang kadang menjadi pasangan bertarung atau kompetitor kita dalam sebuah pertandingan sedangkan musuh adalah seseorang yang pribadinya tidak kita suka yang setiap kita bertemu tidak akan pernah merasa dekat, apa yang dilakukannya selalu salah menurut pandangan saya, apa yang saya lakukan selalu salah menurut pandangan sehingga selalu ada keinginan untuk saling menyerang antara satu dengan yang lain. Lawan bisa berujung menjadi musuh ketika kita mebiarkan musuh terbesar kita diri kita terus menang.

Alasan saya mengatakan diri kita adalah musuh kita sesungguhnya dan yang terbesar adalah karena jika kita berhasil mengalahkannya kita bisa memenangkan semua musuh kita yang kelihatan. Contohnya misalnya ketika seorang anak yang dibully di sekolah dan kemudian mengambil hati  dan kemudian berbalik membenci maka ini akan menjadikan du pribadi saling bermusuhan. Jika si pembully bisa mengalahkan musuh utamanya yaitu dirinya untuk tidak mengejek dan merendahkan orang lain, maka tidak akan ada tindakan benci dari anak yang dibully itu.

Contoh lebih brsarnya adalah ketika kita terjerumu dalam sebuah tindakan yang di mana hanya kita sendiri yang tahu. Seseorang remaja yang suka menonton film porno akan terus-menerus melakukannya jika ia tidak berusaha untuk mengalahkan diri sendiri dan mememenangkan diri dari nafsunya.

Dalam diri kita sebagai manusia yang telah jatuh dalam dosa karena keinginan Adam dan Hawa di Taman Eden dulu, tidak pernah lepas dari yang namanya egoisme dalam diri, keinginan diri sendiri, keinginan yang membuat kita bisa hancur, kita terus berjuang dalam menghadapi keinginan-keinginan yang mana keinginan itu dalam ALKITAB disebut sebagai keinginan daging.

Keinginan daginglah yang menjadi musuh utama kita. Menurut Galatia 5 ayat 19-21, keinginan daging yang adalah musuh terbesar kita termasuk percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya, dan hal ini semua dikatakan ALKITAB tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

Jadi sudah sangat jelas bahwa sikap kita sebagai manusia yang menyebabkan permusuhan itu terjadi diantara kita manusia. Jika kita berhasil mengalahkan keinginan cabul kecemaran dan hawa nafsu maka kita akan menjadi orang yang dikagumi. Ketika kita kita melepaskan diri dari penyembahan berhala dan menjadikan Tuhan sebagai tempat tertinggi dalam hidup kita, maka pastilah kita menjadi orang yang taat beribadah dan hidup sesuai kehendak Tuhan.

Jika kita berhasil mengalahkan diri kita untuk tidak berbuat sihir yang bisa merugikan orang lain yang bahkan bisa melukai orang lain dan menyalahi kodrat kita sebagai manusia, hidup bergaul dengan roh-roh jahat yang sebebarnya adalah katalis dari dosa, jika kita berhasil mengalahkan diri kita untuk tidak terlibat didalamnya maka hidup kita akan tenang.

Jika kita berhasil mengalahkan perseteruan dengan orang lain maka panjangnya permsalahan tidak akan terjadi. Bahkan dibeberapa kasus orang sampai membunuh hanya karena masalah kecil yang menjadikan perseteruan yang berujung pada malapetaka.

Semua keinginan daging ini bisa saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, sehingga kita perlu mengandalkan Tuhan dalam menghadapinya sehingga kita bisa mengalahkan semua tantangan dari musuh terbesar ini. Mungkin kita akan merasa sakit ketika kita mengalahkannya merasa tidak nyaman tapi di sisi lain kita merasa senang. Karena kita sedang melawan diri sendiri.

Oleh karena itu, untuk menghadapi musuh terbesar ini, kita tidak bisa sendiri. Karena ini adalah diri kita sendiri yang melawan diri kita. Akan ada rasa sakit yang kita rasakan rasa tidak nyaman, tapi ketika berhasil mengalahkannya akan ada rasa ketenangan dan bersiap untuk perlawanan berikutnya yang mungkin lebih besar lagi atau bahkan semakin kecil. Kita butuh kekuatan dari luar tubuh kita untuk bisa mengalahkan diri kita sendiri. Kekuatan yang pastinya kekuatan yang juga berlawanan dengan kenginan daging kita itu. Kita butuh Tuhan. Kekuatan Tuhanlah yang kemudian kita mampu dan bisa mengalahkan diri kita sendiri.

Oleh karena itu, kita perlu terus menerus berusaha untuk mendekatkan diri dengan Tuhan setiap hari. Lewat membaca Firman-Nya, lewat doa-doa kita, lewat pujian kita dan lain sebagainya. Sehingga hati kita secara otomatis akan perlahan mengalahkan  kenginan daging kita.

Comments