SEDIKIT KESAKSIAN MENG-IMAN-I “ORA ET LABORA” (CPNS 2018)


by Aris Taoemesa

Cerita ini hanya untuk membayar janji pribadi yang dulu pernah muncul dalam hati terdalam. Sebuah perjuangan mencapai cita-cita.

Masih teringat saat pertama kali simpang siur berita tentang CPNS 2018. Mulai bulan Agustus lalu sudah banyak beredar. Ketika saat itu resmi dibuka dan melihat CPNS daerah, kebanyakan yang diterima adalah tenaga pendidik dan kesehatan. Ada beberapa yang teknisi, tapi sangat jarang untuk jurusan saya, Kimia.

Ketika saat itu, saya juga melihat ternyata CPNS pusat pun buka dan lumayan banyak formasi yang membutuhkan jurusan saya. Saya sangat senang. Apalagi formasi yang sama tahun lalu saya pilih, Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Pertama di instansi non kementerian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali membuka formasi, bahkan jauh lebih banyak lagi.

Saya ingat tahun lalu saya pilih formasi tersebut dan hanya menerima 1 orang di Lokasi yang saya pilih. Pendaftarnya lumayan. Kalau tidak salah ada sekitar 74 orang pendaftar dan yang memenuhi Passing Grade (PG) ada 9 orang. Dikarenakan hanya 1 formasi penempatan Makassar, maka hanya 3 besar yang diambil, dan saat itu saya pun masuk. Tapi saya kalah di SKB. Yang tadinya di urutan ke-2 berubah jadi urutan ke 3. Saat itu galaunya minta ampun. Seorang kakak senior saya yang lolos di instansi lain memberikan semangat bahwa saya harus bisa di CPNS berikutnya.
Nah, CPNS 2018 saya ambil formasi yang sama karena memang sangat ingin kerja di Instansi ini.

Sebelum pembukaan resmi pun saya sudah mulai belajar. Menghafal kembali UUD 1945, Butir-butir pancasila dan mengumpulkan sebanyak mungkin materi termasuk mempelajari kembali buku tebal yang tahun lalu saya beli. Tiada hari tanpa membaca. Tiada hari tanpa UUD 1945 dan materi wawasan kebangsaan. Beruntunglah saya, karena untuk soal materi-materi kebangsaan sering ikut kegiatan-kegiatan bela negara dan pelatihan-pelatihan kebangsaan, jadi sangat membantu juga dalam memperdalam ilmu saya.

Tiada hari tanpa latihan. Saya memutuskan untuk setiap hari harus mengerjakan soal latihan. Maka saya berkomitmen untuk “mengkarantina” diri saya. Maksudnya mengurung diri dalam kamar dan mengurangi untuk keluar serta mengatur jadwal saya setiap detailnya sedemikian rupa. Saya harus perbanyak belajar, menghafal dan harus selalu joging juga setiap sore di kampus tercinta, Universitas Hasanuddin, untuk mengimbangi kesendirian dalam kamar. Walaupun terkadang bolong-bolong juga haha :).

Tiada hari tanpa belajar. Tiada hari tanpa menghafal. Tiada hari tanpa mencakar. Gambar-gambar di atas adalah bukti perjuangan sehari-ke sehari. Tidur dengan buku, tidur dengan cakaran. Bahkan saya mengorbankan 2 rangkap skripsi tebal saya yang sangat saya hormati untuk jadi tempat cakaran di belakangnya yang kosong itu. Tapi demi sebuah pekerjaan dan sebuah pengabdian, skripsi harus lewat. :) :D

Pada salah satu gambar di atas terlihat data excel. Itu bukan data ujian orang tapi data saya latihan mengerjakan soal dari hari ke hari. Dalam data itu terhitung mulai tanggal 26 September – 26 Oktober 2018. Tapi sebenarnya bukan hanya di waktu itu. Ada juga yang tidak saya masukkan sebelum tanggal itu dan sesudah tanggal itu, dan ada juga di antara tanggal-tanggal tersebut. Apalagi mendekat ujian. Saya ujian tanggal 11 November 2018. Karena melihat hasil orang-orang yang lebih dulu ujian sangat sedikit yang bisa melewati PG, jadi fokusnya mengerjakan soal TKP dan mencari soal-soal yang tersusah.

Akhirnya tanggal 11 November datang dan saya menuju ke lokasi ujian di Gedung RRI Makassar, Jl. Riburane. Ujian saya sesi III, pukul 12.30 WITA (seharusnya). Datang lebih awal untuk kepentingan administrasi yang lumayan panjang. Lapar, haus, gemetaran semua bercampur aduk.

Mengerjakan soal dalam keheningan yang nyatanya ada sekitar 750-an orang dalam ruangan tersebut. Tegang leher dan fokus mengerjakan soal. Akhirnya selesai. Walaupun hasilnya pas-pas-an, tapi paling tidak bisa lolos PG-lah. Pingin teriak kencang karena gembira saat tahu kalau hasil saya bisa lulus PG, tapi karena banyak orang, jadi teriakannya kecil-kecil saja.

Walau pun gembira karena bisa menaklukkan PG yang kebanyakan orang tidak lulus itu, kini yang membuat tidak tenang adalah adanya petisi yang beredar untuk penghapusan PG atau perankingan bagi yang tidak lolos PG untuk disaingkan dengan mereka yang PG, termasuk saya. Saya langsung murung karena saya tahu nilaiku standar dan kalau disaingkan dengan nilai mereka yang tidak PG di akumulasi SKD + SKB (Nilai Akhir - Silahkan cermati petisinya
dengan jelas jika anda mau melihatnya), kalahlah saya. Banyak yang nilainya lebih di atas dari saya. Dan saat itu rapat panselnas pun diadakan.

Dalam hati saya merasa ini tidak adil jika hasil rapat panselnas nantinya akan menyamaratakan saja semua, yang lulus PG dan tidak lulus. Sempat berdebat dengan beberapa orang saat itu. Saya sempat dikatakan lulus karena kebetulan saja. Dalam hati saya menganggap diri saya “kurang berusaha bagaimana saya? Masakan ini dikatakan cuma kebetulan atau keberuntungan”. Sementara ada satu orang teman yang saya temui di lokasi tes nilainya sangat tinggi. Jauh di atas saya, tapi tidak lolos PG dan saat itu dia bilang belajar hanya pada saat mau tes saja. Lha, apakah ini saya mau katakan ini masih kebetulan saja? Saya diajarkan dalam agama saya bahwa tidak ada yang kebetulan. Tapi akhirnya setelah keluar keputusan panselnas semuanya menguntungkan berbagai pihak hehe.

Pengumuman hasil SKD di BPOM sangat lama dikeluarkan, sehingga banyak dari kami yang merasa tergantung. Bahkan banyak yang protes di media sosial BPOM, tapi TIDAK termasuk saya hehe. Saya hanya menunggu saja. Tapi dalam menunggu itu saya tetap belajar, kalau-kalau saya masuk ke tahap SKB. Kalau pun saya tidak lolos ke SKB setidaknya saya belajar lagi lebih kan tidak rugi. Mulai meminjam buku-buku farmasi, dan kebetulan masih banyak materi-materi pelajaran SKB saya tahun lalu. Saya kembali tiada hari tanpa belajar.



Tiada hari tanpa menghafal sediaan farmasi, UU dan peraturan di lingkungan BPOM dan banyak sekali materi lainnya dan yang pastinya sangat berat untuk ukuran saya yang sudah lama selesai dan sudah lupa semua materi tentang kimia dan laboratorium, ditambah harus belajar dari bidang lain seperti biologi, teknologi pangan, farmasi dll.





Program karantina diri saya berlanjut terus. Maka tidak heran kalau jerawat saya bejibun yang muncul seperti bintang di langit. Bahkan pernah karena kurang tidur, lupa waktu karena belajar terus, jadinya mimisan. Tapi saya ingat itu sebagai sebuah perjuangan.

Akhirnya pengumuman keluar dan Puji Tuhan. Lolos walaupun urutan terakhir yang lolos. Dari 219 pendaftar (terlepas dari ada yang tidak hadir dan tidak lolos berkas) memperebutkan 10 formasi. Dan ternyata dari 219 itu terdata hanya 12 yang PG (tidak ada tambahan karena melebihi formasi) dan saya urutan ke 12, urutan terakhir jadi saya harus berusaha semaksimal mungkin di SKB untuk bisa menduduki kursi paling tidak kursi ke-10.

Tapi, yang membuat stress lagi adalah, jadwal pengumuman dan ujian mepet sekali. Hanya 2 hari setelah pengumuman. Jadi saya maju berbekalkan persiapan yang sudah saya jalani. Tapi saya rasa sudah maksimal sih persiapannya. Untung tahun ini sadar cepat. Tidak kayak tahun lalu, yang pesimis tidak masuk SKB, nyatanya masuk, jadi tidak punya persiapan lebih. Itu untuk tahun lalu. Tahun ini saya belajar dari pengalaman tahun lalu.

SKB berjalan lancar dengan nilai rata-rata (lagi), setidaknya bisa disaingkan dengan teman-teman yang lain yang se-formasi. Kini tiba saatnya wawancara. Dalam perjalanan itu saya mengalami masalah karena motor saya putus rantainya dan terkancing. Saya menyebabkan kemacetan di fly over. Kendaraan dari belakang sudah membunyikan klakson-klakson mereka terus, tapi saya tidak punya cara lain selain berusaha menarik rantai dari ban yang tidak bisa terputar itu, sambil menahan bentakan dari pengendara lain, dan bercucuran keringat.

Saya ingat latihan soal TKP di SKD, persis seperti yang saya alami. Lalus saya ingat jawaban yang paling tinggi poinnya adalah menitipkan motor tersebut di rumah warga dan naik angkot. Lalu saya mencari ruko (rumah toko) untuk menitip motor saya dan kemudian saya naik angkot/pete-pete karena waktunya sudah sangat mepet dan bahkan sudah terlambat, tapi beruntunglah karena masih belum dimulai saat saya tiba.
Dan kini sudah pengumuman. Bisa masuk dalam jumlah formasi yang dibutuhkan. Puji Tuhan. Dari urutan 12 jadi urutan ke 5. Lebih dari yang saya harapkan yang sebelumnya berharap asal bisa naik jadi peringkat 10.
Ya, walau pun masih berjuang untuk melengkapi berkas-berkas agar resmi menjadi CPNS BPOM, tapi perjuangan sejauh ini bukanlah hal yang mudah. Banyak pengorbanan, banyak mendisiplinkan diri, banyak memaksa diri dan melawan kemalasan.

Dan yang terpenting sebenarnya adalah dalam saya berusaha sepanjang itu, Tuhan berkehendak. Selalu menanamkan bahwa apa pun yang terjadi itulah kehendak-Nya, setiap saya berdoa saya selalu meminta bukan hanya untuk diluluskan tapi diberi kebesaran hati untuk menerima jika kenyataannya tidak lulus nanti.

Tapi Puji Tuhan sampai sejauh ini, Tuhan menyertai dalam proses singkat ini. Jika Tuhan menghendaki kelak berkas-berkas saya diterima dengan baik dan saya siap melaksanakan tugas saya dengan baik dan amanah. Sebuah kepercayaan. Dan saya tahu perjuangan untuk mendapatkannya sangat susah dan yang pasti akan lebih susah lagi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Tapi saya tahu seperti Dia telah menyertai dalam proses penerimaan dan memilih saya menjadi salah satunya, maka Dia juga yang akan memberikan saya kekuatan dalam proses yang lebih besar.

Dari proses sederhana ini juga saya belajar pentingnya memfokuskan diri pada apa yang menjadi tujuan kita.
Saya menulis ini karena memang saya dulu pernah berjanji (bukan nazar), lulus atau tidak lulus, saya akan membagikan kisah perjuangan saya dalam menghadapi CPNS. Bukan juga untuk pamer, melainkan untuk memotivasi. Bagaimana saya menerapkan “ORA ET LABORA” dalam ujian dan persiapan ujian selama beberapa bulan ini. Dan semakin memperkuat pepatah yang mengatakan “Usaha tak mengkhianati hasil”. Tapi berusaha dan mengandalkan diri sendiri juga tanpa mengandalkan Tuhan adalah usaha menjaring angin. Diperlukan tuntunan Tuhan untuk setia menyertai kita dalam menjalani setiap proses. Dari yang gampang sampai yang susah sekali pun.

Masih banyak tantangan-tantangan kecil dalam perjuangan singkat ini, namun menceritakannya dalam bentuk tulisan tidaklah cukup. Sekali lagi semoga bermanfaat. Jika ada yang kurang menarik dari tulisan ini, anda berhak untuk tidak menyukainya. Ambil baiknya, buang buruknya. Tuhan memberkati.

Comments