Mengembalikan Cinta Kepada Sang Pemilik Hati

Original Foto
Setiap orang pastinya pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, entah kepada siapa pun dalam bentuk apa pun. Entah itu kepada lawan jenis atau kepada barang-barang tertentu. Setidak-tidaknya semua manusia memiliki rasa cinta dalam dirinya, entah itu cinta untuk dirinya sendiri, cinta untuk keluarga, cinta untuk sahabat, apalagi cinta untuk lawan jenis bahkan ada yang jatuh cinta terhadap sesama jenis.

Jatuh cinta bukanlah hal yang salah. Jatuh cinta adalah hal yang sangat wajar. Karena cinta adalah sesuatu yang begitu indah yang dirancang oleh Tuhan untuk ciptaan-Nya, terutama untuk manusia. Maka, sangat wajar bila ada yang namanya jatuh cinta atau tahap tumbuhnya atau tertanamnya cinta dalam hati seseorang atau proses tertarik pada suatu hal yang muncul dari dalam hati orang yang merasakan. Cinta adalah maha karya Allah. Bahkan Tuhan sendiri pun sangat mencintai atau lebih tepatnya mengasihi semua ciptaan-Nya.

Jatuh cinta itu memang begitu indah bila kedua hati yang merasakan saling memahami dan merasakan hal yang sama. Namun, jatuh cinta akan berbalik menjadi sebuah hal yang menyakitkan bila hanya terjadi pada salah satu hati saja. Seakan berada di bawah tumpukan barang berat dan tidak bisa mengeluarkan diri dari barang berat tersebut. Perasaan semacam ini biasa dikenal di kalangan para muda dengan istilah "cinta bertepuk sebelah tangan". Saya pernah mengalami hal semacam ini atau lebih tepatnya sudah lama dan sampai akhir-akhir ini pun masih sedikit merasakan.

Menyimpan rasa cinta yang dalam dan merasakannya sendiri adalah sesuatu konspirasi pribadi yang kadang sulit untuk diungkapkan. Demikianlah yang pernah saya rasakan itu. Namun, menjadi kelegaan tersendiri jika bisa mengungkapkannya terutama kepada sasaran cinta itu. Ya, setidaknya beban sedikit berkurang. Namun, tidak sampai disitu. Bukankah beban akan semakin bertambah jika mengetahui bahwa ia sebenarnya tidak ada sama sekali merasakan hal yang sama dengan kita?

Ketika kita mengungkapkan cinta dan hasilnya berbalik pada penolakan, kadang-kadang akan membuat kita semakin menambah beban pada pundak dan akhirnya kita terkubur dalam tumpukan beban itu. Alhasil kita kadand-kadang kecewa. Kecewa kepada diri sendiri, kecewa kepada sasaran cinta kita, dan kecewa kepada siapa pun. Seperti lagu BCL yang berjudul "KECEWA" dalam satu bait liriknya:

"Kuingin marah, melampiaskan
Tapi kuhanyalah sendiri di sini,
Ingin kutunjukkan pada siapa saja yang ada
Bahwa hatiku kecewa..."

Kurang lebih seperti itulah perasaan saya saat saya mengungkapkan perasaan saya. Bahkan perasaan yang telah lama ada dan terkubur itu. Saya sudah berapa kali mengungkapkannya tapi tetap saja ada penolakan. Demikianlah hati itu tidak bisa dipaksakan. Maka saya mengerti akan hal itu. Karena saya pun mencoba menempatkan diriku pada mana ada seseorang yang begitu mencintai saya dan kemudian tidak saya cintai.

Namun, kesadaran itu tidak mengubah saya untuk berspekulasi negatif tentang diri saya. Bagaimana pun penolakan itu menyakitkan dan saya adalah manusia yang sangat bisa sakit hati dan putus harapan. Dunia memang kadang-kadang serasa rumit hanya karena sebuah rasa cinta, seperti lirik lagu Agnes Monica alias Agnez Mo, "begitu rumitnya dunia hanya karena sebuah rasa cinta" , dan saya sudah membuktikan itu sebagai suatu sejarah hidup saya. Merasa dunia begitu rumit.

Begitu rumitnya dunia dan hati terasa, bahkan pada titik tertentu saya merasa bahwa saya tidak bernilai apa-apa. Pada titik ini saya membandingkan diri saya dengan orang lain, terutama kepada orang yang saya dengar atau saya lihat dekat dengan sasaran cinta saya itu. Saya mulai untuk merubah penampilam saya, merubah gaya saya, merubah perilaku saya, dan semua yang menurut hemat saya perlu untuk ditiru dari orang tersebut. Bukankah itu suatu kegilaan? Di mana diri saya yang sebenarnya? Sekali lagi bahwa cinta kadang membuat diri kita menjadi begitu rumit melihat sesuatu.

Dalam kerumitan itu sebenarnya muncul keinginan bahwa saya pun harus bisa bahagia tanpa dirinya. Pada saat itu sebenarnya perasaan mulai merasakan sedikit kelegaan. Bahagia tanpa dia adalah suatu hal yang sangat mungkin. Saya akhirnya mulai mencari kesibukan sendiri. Dari olahraga setiap hari, melatih diri dengan skill-skill yang baru, membaca buku, atau sekadar menonton film. Hal-hal itulah yang saya lakukan. Berusaha melupakannya. Bagaimana pun saya harus bahagia.

Saya memamerkan kebahagiaanku. Saya mau menunjukkan bahwa saya baik-baik saja tanpa dia. Saya bikin story, saya bikin hal-hal yang menurut saya bisa membuat orang lain merasa bahwa saya adalah orang yang bahagia. Tapi sebenarnya dalam lubuk hati yang paling dalam saya masih terpuruk. Saya masih merasakan kesedihan yang sebenarnya semakin menumpuk dan mungkin ada saatnya akan keluar dan membakar saya.

Merenungkan itu setiap pagi saat bangun dan setiap malam sebelum tidur. Saya merasa bahwa tidak ada yang benar-benar mencintai saya bahkan keluarga saya sendiri pun, kecuali keluarga inti saya. Yang saya lakukan adalah mempertanyakan keberadaan saya di dunia ini. Mengapa saya harus ada. Bukankah lebih baik jika saya tidak pernah diciptakan supaya tidak pernah merasakan rumitnya dunia dan segala embel-embel yang mewarnainya? Mengapa Tuhan menciptakan saya yang kemuian hanya untuk mencintai orang yang tidak memiliki rasa cinta sedikit pun untuk saya.

Saya menyalahkan Tuhan disatu titik karena Ia yang mengendalikan hati dan membiarkan saya untuk mencintai seseorang yang tidak mencintai saya. Tapi di satu titik merasa bersalah dengan Tuhan bahwa saya mengontrol perasaan saya sendiri tanpa Dia. Bukankah dia pemilik hati?

Beberapa orang sering mengatakan bahwa Tuhan adalah Maha Pembolak-balik hati manusia. Tapi mendalami kalimat ini membuat saya semakin sakit hati pada-Nya. Kenapa harus dibolak-balikkan. Bukankah ia sanggup membuat setiap kondisi hati untuk baik dan tetap aman, tentram dan damai?

Dalam benak lamunan saya, saya berusaha menenangkan diri dan mulai terlarut. Melayang entah kemana pikiran itu terbang. Seakan hidup tak lagi ada yang perlu diharapkan. Bercampur aduk. Cinta, harapan, kasih sayang, perjuangan, masa depan, dan lain sebagainya terlintas dalam pikiran yang sama sembari melotot setengah melek ke arah plafon. Bagaimana pun hidup harus tetap berjalan.  Lamunan inilah yang terus ada sesaat sebelum tidur hingga terlelap dan sesaat setelah bangun sembari mendengarkan alunan musik.

Tapi, entah bagaimana pun, kita harus menyadari bahwa ada hal-hal yang bisa kita ubah ada juga hal-hal yang tidak bisa kita ubah. Ada hal-hal yang akan kita biarkan untuk menjadi kenangan dan ada hal-hal yang perlu kita perjuangkan untuk menjadi milik kita serta adapula hal-hal yang lain dengan cara menyikapinya berbeda pula.

Dalam balutan cinta yang menyebabkan kesakithatian kepada Tuhan, saya ingat, saya sudah 4 minggu tidak melaksanakan saat teduh dan tidak pergi ibadah di gereja. Yang jelas saya sedang dalam masalah rohani yang parah. Masalah rohani yang akan terus membengkak jika tidak segera dipulihkan.

Saya mengambil gitar dan mulai mengalunkan sebuah lagu untuk mengusir kesepian yang sudah menjadi teman saya. Tanpa segaja saya ingat sebuah lagu ketika saya sekolah minggu yang liriknya kurang lebih seperti beirkut:

"Banyak orang mencari bahagia,
Naik dan turun gunung dan lembah,
Tapi sayang seribu kali sayang
banyaklah yang kecewa: dimanakah jalan bahagia?

Yesuslah jalan kebenaran dan kehidupan
datang pada-Nya niscaya kau diselamatkan"

Lirik yang sangat sederhana. Bagi saya itu adalah lirik yang biasa saja. Namun, di saat yang tepat lirik ini membuat saya perlahan sadar. Bahwa bukankah demikian dengan saya. Saya mencari jalan bahagia seperti mendaki gunung dan menuruni lembah. Berpura-pura untuk menikmati kebahagiaan dengan apa yang saya bisa lakukan padahal dalam benak yang paling dalam ada rasa sepi yang sangat dahsyat.

Saya menayadari bahwa selama ini saya tidak pernah menyerahkan perasaan saya sama Tuhan. Perasaan itu memang dari Tuhan namun tahukah kita bahwa perasaan kita kadang-kadang dikuasai oleh si jahat? Perasaan cinta yang asalnya dari Tuhan itu bisa jadi akan membuat kita juga menjadikan cinta itu sebagai berhala. Menomorsatukannya daripada Tuhan yang adalah Penciptanya sendiri.

Ketika Kain jatuh dalam dosa saat ia membunuh adiknya, Tuhan berkata kepada Kain; "... Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (Kejadian 4:7b). Dari ini saya melihat bahwa kapan pun dan dalam keadaan apa pun Iblis siap menerkam kita. Ia mencermati gerak-gerik kita. Pada mana kita lengah di saat itulah Iblis akan masuk dan membuat kita jatuh. Dalam hal ini saya sadar bahwa dengan perasaan cinta dan dengan obsesi cinta yang tinggi membuat saya akhirnya melupakan semua kebaikan Tuhan dalam kehidupanku.

Tuhan memang memberikan cinta kepada kita. Dia juga yang menanamkan rasa cinta dalam hati kita. Namun, Tuhan juga kadang mengizinkan Iblis untuk mengorek hati kita, untuk mengizinkan Iblis menguji kita apakah cinta yang ada dalam hati kita itu kita kuasakan kepada Tuhan atau kita kuasakan kepada yang lain. Sama seperti ketika Allah mengizinkan Ayub dicobai. Jika kita kuasakan kepada Tuhan, maka pastilah cinta itu akan diperbaharui sebagaimana mestinya. Jika kita menyerahkan cinta itu larut dalam bimbingan sih Iblis, maka pastilah kita akan dibimbingnya ke arah yang salah bahkan mungkin akan mengutuki Tuhan yang telah memberikan perasaan cinta itu.

Dalam salah satu bait lagu, saya semakin disadarkan akan perasaan cinta yang kita miliki ini bisa dipulihkan saat kita mengembalikan kepada Pemiliknya, yaitu bait awal lagu bejana-Mu.

"Kekuatan dihidupku, ketenangan dibatinku ada dalam hadirat-Mu, Kumenyembah-Mu"

Hanya sepenggal ini dengan makna yang sangat dalam. Seringkali kita menyalahkan Tuhan atas semua kejadian perkara dalam hidup kita. Namun, kita tidak pernah menyadari bahwa sebenarnya dalam semua itu Tuhan sangat mengasihi kita tapi kita yang tidak pernah mau merasakan cinta dan kasih sayang-Nya itu. 

Walau pun mungkin kita tidak mendapatkan balasan cinta dari orang yang kita begitu cintai, tapi seharusnya itu tidak membiarkan diri kita larut dalam kesedihan dan menyerahkan diri kita diperalat oleh si Iblis untuk semakin jatuh. Karena seperti lirik lagu di atas, kekuatan dihidup kita dan ketenangan di batin kita ada dalam hadirat Tuhan jika kita membiarkan Tuhan untuk memimpin hati dan perasaan kita. Tuhan akan membuat hati kita biasa-biasa saja dan baik-baik saja bahkan bahagia tanpa harus berpura-pura bahagia jika kita mengembalikan semua perasaan kita kepada Tuhan.

Dengan menyerahkan hati sepenuhnya kepada Tuhan, kita akan dipertemukan dengan orang yang hatinya memiliki kesamaan dengan kita. Kesamaan dalam hal saling mencintai. Ketika kita benar-benar mengandalkan Tuhan dan menyerahkan hati dan perasaan kita kepada Tuhan maka kita akan dipertemukan dengan orang yang benar juga yang menyerahkan hati dan perasaannya juga kepada Tuhan sehingga menjadi saling memahami karena ada dalam satu kuasa yang sama yaitu kuasa Tuhan.

Saya teringat salah satu pesan seorang kakak kepada saya, yang mengatakan, "saya mengunci hati dan perasaanku dan menyerahkannya kepada Tuhan. Terserah Tuhan mau bawah kemana hati dan perasaan ini, saya ngikut saja". Mungkin ini terkesan pasrah, tapi sebenarnya maksudnya adalah bahwa tiap kali kita jatuh cinta, bawalah dan komunikasikan itu kepada Tuhan, Sang Pemilik Hati. Katakanlah kepada Tuhan, jika memang benar, maka Tuhan akan membukakan jalan. Tapi jika bukan, Ia akan membuat hati kita tenang dan baik-baik saja tanpa harus putus asa atau berpura-pura bahagia.

Akhir kata, semoga tulisan ini bisa memberikan motivasi. Percayalah bahwa cinta itu sungguh baik. Cinta itu sungguh indah. Tapi akan lebih sempuran indahnya jika kita menyerahkan cinta itu kepada pemiliknya untuk diarahkan dengan baik.

Aris Taoemesa
  

Comments