Belajar Transparan Dari Aplikasi Whatshapp

Image Free @CopyRight from pxhere
Siapa sih yang tidak tahu aplikasi whatsapp atau yang sering disingkat dengan sebutan WA? Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh We Are Social, salah satu perusahaan media asal Inggris yang bekerjasama dengan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial. Yang paling banyak diakses adalah youtube, facebook, whatsapp dan instagram. Dan whatsapp adalah aplikasi chating yang paling banyak dimiliki dan diakses dengan persentase 40% dari total penduduk Indonesia. (Sumber: tekno.kompas.com)

Nah, mungkin kita adalah salah satu diantaranya. Dan pastinya ketika kita menggunakan WA, pastinya kita tahu detail dari aplikasi ini. Mulai dari chat kita terkirim atau tidak, sudah terbaca atau tidak, status WA kita siapa yang lihat, kepada siapa kita mau bagikan status kita, dan masih banyak lagi fitur-fitur dari WA. Tapi di sisi lain, karena WA memiliki banyak pengguna maka modal bagi para hacker dan/atau pembuat aplikasi untuk mempergunakan kesempatan menciptakan aplikasi bajakan, rooter, dan aplikasi lainnya untuk bisa melawan/menonaktifkan ketentuan-ketentuan fitur WA ini.

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman bertanya kepada saya tentang bagaimana membuat chat di WA tidak tercentang biru saat di baca. Lalu saya bertanya kepada dia, apa motivasi dan tujuan kamu akan hal ini? Lalu dia mengatakan sepertinya keren.

Saya juga kadang-kadang muncul dalam pikiran untuk mencari tahu akan hal itu. Dan jujur pernah membacanya dan saya sekarang lumayan tahu. Namun, sebelum saya melanjutkan untuk "terlihat keren", ada hal lain yang sebenarnya mengganjal dalam pikiran saya, sehingga saya mengurungkan niat untuk memasang aplikasi bahkan untuk melakukan rooting hand phone (HP) saya.

Dalam pikiran saya muncul bahwa jika saya memasang aplikasi ini hanya karena terlihat keren apakah ini benar? selain karena alasan ingin kelihatan keren, alasan lain adalah tidak ingin ditebak alias ketika ada pesan masuk, seakan-akan belum terkirim atau belum terbaca padahal sebenarnya sudah.

Tapi, tahukah kita dengan alasan-alasan seperti di atas sebenarnya bisa menentukan gambaran diri kita yang sebenarnya? Saya belajar dari hal kecil ini. Ketika saya tidak transparan dalam menggunakan WA dalam berkomunikasi, kemungkinan ke depannya akan semakin besar dan perlahan saya akan mencari jalan untuk menyembunyikan hal-hal lain yang seharusnya terlihat.

Contoh kasusnya seperti ini:
Misalnya seorang teman kelas mengirimkan kita materi untuk dibuatkan ppt atau power point persentasi di kelas, namun kita hanya cuek dan kita tidak mengerjakannya dengan alasan ketua kelas tidak tahu bahwa sudah terbaca, karena tidak tercentang biru atau bahkan tidak ada laporan terkirim. Mungkin ketua kelas akan mengerjakannya karena kita tidak merespon padahal kita sebenarnya bisa merespon.

Dari hal itu kita bisa belajar bahwa terkadang kita ingin baik di mata orang lain, tapi sebenarnya kita jauh dari yang namanya kebaikan. Kita senderung untuk sebenarnya berdusta dalam hal-hal kecil. Bukankah lebih baik jika tercentang biru sehingga ketika kita tidak merespon, ketua kelas bisa tahu bahwa kemungkinan kita sedang ada masalah. Kita mau kelihatan tidak mengetahui apa-apa, padahal kita hanya pura-pura tidak tahu. Dan ini masuk dalam dosa dusta.

Oleh karena itu, ada baiknya jika kita mulai transparan dalam hal kecil seperti ini. Bukankah lebih baik jika diri kita yang sebenarnya terlihat? Tanpa kepura-puraan? Karena kepura-puraan bisa menjerat kita menjadi manusia yang palsu. Walaupun masih dalam tahap kecil. Tapi, percayalah bahwa ketika kita memulai dari hal kecil akan membawa pada hal yang besar. Misalnya perselingkuhan, pengkhianatan, dan masih banyak lagi.

Akhir daripada semuanya kadang berakhir dalam rusaknya hubungan. Karena kita mementingkan diri sendiri. Kita jual mahal. Kita menganggap yang lain tidak penting dari diri kita. Kita egois dan memntingkan diri sendiri. Ingin terlihat keren.

Seperti Firman Tuhan dari Filipi 2:2-3.
karena itu sempurnakanlah  sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir,  dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati  yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
Sebenarnya tidak ada yang salah sih dengan saya tentang WA. Ini jujur, hanya karena ingin menulis saja. Saya juga tidak ambil pusing dengan mereka yang terlihat keren itu. Tapi, ini menjadi pengingat untuk saya secara pribadi untuk tidak menjadikannya alasan ingin terlihat keren. hehehe...

Comments