Sendiri atau Berteman?

Gambar Original dilindungi Hak Cipta

Setiap orang memiliki zona nyaman yang berbeda. Ada orang yang nyaman jika ia sendiri, ada yang nayaman ketika keadaan ramai dan keadaan lainnya, dan saya adalah tipe orang yang suka menyendiri.

Dari kecil, saya adalah orang yang suka menyendiri. Tak banyak orang yang mau berteman denganku. Ya, ada sih tapi hanya sekitar 2 atau 3 orang itu pun hanya teman yang kadang datang kadang pergi. Pekerjaan rumah membuat saya menjadi orang yang sangat betah tinggal dirumah karena jika telah menyelesaikan pekerjaan saya akan dupuji dan disanjung serta dibandingkan dengan saudara saya lainnya.

Saya adalah orang yang memang sangat suka dipuji. Maka tak salah jika saya menjadi sangat patuh orang tuah, dan sering dibandingkan dengan saudara bahkan sepupu saya. Saya tumbuh menjadi anak sangat dipuji, ditambah hasil pendidikan formal saya begitu memuaskan dan membuat bangga orang tua.

Alhasil, saya tumbuh menjadi anak yang tidak suka bergaul karena menghabiskan waktu hanya di rumah, bekerja membantu orang tua, turun sawah, pergi ke ladang dan yang pastinya rajin belajar. Kadang-kadang memang saya keluar bermain dengan teman saya, tapi itu tidak rutin. Selain karena saya memang sudah terbentuk menjadi anak rumahan, beberapa kali ketika saya keluar bermain dan pulang malam, saya akan mendapat hukuman dari orang tua.

Nah, hal itulah yang membuat saya tumbuh menjadi orang yang bermental pendiam dan tidak suka bergaul. Ketika saya di kelas 1 SMA, kakak kelas saya yang Ujian Nasional, tidak ada yang lulus biar satu pun, tepatnya kejadian 2009 lalu. Ya, tidak ada satupun. Karena saat itu adalah saat dimana Ujian Nasional sangat menentukan kelulusan. Alkhirnya saya berusaha mencari solusi dan bicara dengan orang tua agar saya bisa dipindahkan ke kota untuk mencari sekolah yang lebih baik, dan akhirnya saya dipindahkan pada tahun 2010.

Saya lalu tinggal bersama tante saya (sepupu dari mama saya) yang adalah seorang perawat dan memiliki suami seorang tentara. Di rumah ini saya semakin disiplin dan semakin diawasi pergerkannya. Bayangkan waktu tidur dan semua kegiatan saya harus manajemen sebaik mungkin. Tidur jam 10 bangun jam 3 subuh. Tidak pernah jauh-jauh dari itu.

Tapi walaupun saya diawasi begitu ketat dan disiplin, saya kemudian mendapat pelajaran baru dari paman saya yang tentara ini, dan mengajarkan saya bagaimana bersifat menjadi laki-laki yang tangguh, tidak lemah. Karena jujur, saya dikenal laki-laki yang lemah karena ya memang jarang bergaul dan saya pun sering dibully.

Tapi setelah saya pindah, saya pun berusaha untuk menjalin pertemanan dengan teman-teman sekolah baru saya dan mulai membuka mata untuk bisa bersosialisasi dengan lebih banyak orang lain. Akhirnya ketika saya disekolah hampir semua teman dekat dengan saya. Satu kelas hampir sama semua. Saya dikenal pribadi yang netral, jarang punya masalah. Maksudnya tidak punya lawan. Semua berkawan.

Setelah tamat sekolah pada tahun 2011, saya melanjutkan ke perguruan tinggi dan di sini tantangan semakin besar karena harus mandiri. Berteman adalah cara yang paling baik. Dengan siapun. Bagaimana pun, kita adalah pendatang di kampung orang dan tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

Namun, bagaimana pun juga, masa kecil saya bukanlah masa yang singkat. Masa kecil saya adalah masa yang panjang dan proses pembentukan karakter yang kuat. Mungkin saya sudah memiliki jiwa pertemanan yang baik namun, jiwa penyendiri masih jauh lebih besar dibanding itu semua.

Setalah 7 tahun berlalu dan sekarang sudah jadi alumni, tepatnya hari ini saya menulis tulisan ini (18 Agustus 2018), saya masih mendapati diri saya masih banyak berkecimpungan dalam indahnya kesendirian yang membawa saya dalam alam keegoisan dan mementingkan diri sendiri. Karakter saya terbentuk menjadi karakter yang tak diharapkan.

Kebiasaan dipuji saat masih kecil dan memiliki beberapa prestasi diatas saudara dan sepupu yang lain membentuk saya menjadi pribadi yang keras, sombong dan tinggi hati, bahkan saya tidak sering ingin menguasai situasi. Saya sering bertanya pada diri saya, apakah saya memiliki kepribadian ganda? Bagaimana pun hasilnya, tetap ada kepribadian yang lebih menonjol dari yang lain.

Saya masih egois dan sombong. Saya masih berfokus pada diri sendiri. Saya masih susah berteman meski pun sebenarnya saya sangat membutuhkannya. Saya membutuhkan sorang teman. Saya membutuhkan orang yang bisa saya temani berbicara walaupun hanya sekedar mendengarkan saya.

Keegoisan dan tinggi hati membuat kita jatuh dalam belenggu penderitaan kita sendiri. Bagaimana pun, kita membutuhkan orang lain. Maka tak heran, ketika saya memiliki masalah, saya pasti akan lari ke media sosial yang sudah bertaburan dalam berbagi bentuk sekarang, dan saya menjadikannya sebagai media pelampiasan.

Ali-ali menyelesaikan masalah, saya akan mendapat banyak sorotan dari  berbagai pihak dan komunitas yang saya ikuti. Saya membutuhkan perhatian dan saya membutuhkan pelampiasan. Sehingga bagaimana pun saya harus memiliki teman.

Saya bersyukur bisa menyadarinya sekarang, walaupun saya tahu waktunya sudah sangat sempit untuk saya bisa mengubah karakter saya dan etika saya yang acuh tak acuh.

Sebenarnya saya memiliki banyak hal yang bisa saya andalkan untuk bisa masuk dalam berbagai komunitas dan mencari teman, tapi saya adalah pribadi yang suka bosan dan itu saya sudah sadari sejak beberapa tahun terakhir. Tapi, memiliki kelebihan yang bejibun tanpa karakter dan etika yang baik maka semua akan tenggelam dimakan habis oleh keburukan etika itu.

Sungguh sangat disayangkan jika hal demikian akan terjadi pada diri saya.

Tapi sekali lagi saya bersyukur, saya menyadarinya sekarang.

Beberapa minggu ini seorang junior yang dekat dengan saya karena memiliki kesamaan passion dalam bidang multimedia khususnya foto dan video editor. Disini saya betul-betul merasakan bagaimana kita sangat membutuhkan teman, meskipun hanya ada saat dia membutuhkan kita. Saya tidak tahu junior saya ini apakah hanya akan ada karena sebuah proyek yang kami kerjakan yaitu sebuah film pendek, tapi jujur saya merasa memiliki teman lagi setelah beberapa tahun merasa penyendiri.

Dulu, waktu masih kuliah, sebenarnya saya memiliki beberapa teman yang dekat dengan saya. Teman seangkatan kuliah saya. Tapi walaupun dekat ada masalah-masalah yang membuat kami tak bisa lagi begitu dekat seperti masalah cewe yang kami perebutkan. Lebih tepatnya saya merasa terkhianati sama teman sendiri.

Tapi, sekali lagi, kita tidak akan pernah benar-benar bisa hidup mandiri. Kita membutuhkan teman dan sahabat meskipun kadang ada percekcokan dan masalah-masalah yang akan mewarnai semua itu. Tapi, itu sebenarnya hanyalah ujian perbab yang membaut kita menentukan apakah kita bisa membaca bab berikutnya atau kita berhenti karena tidak lulus pertanyaannya.

So, jangan pernah menganggap bahwa kita bisa hidup sendiri. Siapapun kita, sehebat apa pun kita, kita tidak akan bisa hidup sendiri. Bahkan, siapa pun itu, butuh orang dekat selain keluarga dan mungkin pacar untuk bisa mendampingi dan bersama-sama menjalankan kehidupan yang penuh variasi. Apakah itu hanya sekadar untuk bercanda, apakah itu sekedar hanya untuk bermain bersama, sekedar jalan bersama, sekedar makan bersama dan lain sebagainya.

Karena kita memang tak bisa hidup sendiri dan memulihkan diri sendiri dari keterpurukan.

Semoga selalu sukses berusaha berjiwa friendly.

Selamat malam. Aris Taoemesa.
Sabtu, 18 Agustus 2018.

Comments