Dalam pikiran saya, orang yang hidup dalam Tuhan dan tanpa Tuhan itu sama saja.
Semua berawal dari sebuah sebuah pelayanan. Saya terlibat dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen sehingga sering merasakan asam, asin, pahit dan manis. Tapi kalau mau jujur saya merasa bahwa lebih banyak pahit yang saya rasakan. Kuliah selama 4 tahun 3 bulan bukanlah waktu yang singkat untuk bisa belajar banyak hal tentang hidup mulai dari dunia kampus, keluarga dan persekutuan.
Selama itu juga jika dalam masa terlalu sulit dan pahit, saya berpikir untuk meninggalkan persekutuan yang saya ikuti. Kenapa jadi pelayan Tuhan itu begitu sulit, begitu susah?
Sampai pada saat dimana saya betul-betul menemukan titik di mana saya merasa bosan dengan semuanya. Rutinitas sebagai pengurus bahkan sampai Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) merupakan hal yang begitu memuakkan secara signifikan.
Saya menyalahkan diri sendiri terlebih dahulu, bahwa saya tidak pantas berada dalam persekutuna seperti ini, karena saya adalah orang yang emosional. Memang terbukti, saat saya jadi ketua, banyak sekali masalah yang kami alami selama kepengiurusan itu, hanya karena masalah saya yang kurang bisa mengontrol emosi. Apakah saya betul-betul sebagai pelayan Tuhan? Kenapa dengan keberadaan saya banyak yang lebih memilih untuk jauh dari persekutuan?
Akhirnya saya memutuskan setelah tahun kedua menjabat sebagai pendamping pengurus untuk mundur secara perlahan dengan memutuskan untuk melepas adik-adik PA saya karena bagi saya ya, tidak cocok orang seperti saya melayani dalam persekutuan apalagi memimpin 2 kelompok PA yang notabenenya mengurusi kehidupan Rohani bahkan dunia mereka. Saya merasa mereka jauh lebih berkembang dari saya. Mereka jauh lebih bertumbuh.
Semenjak itu, saya memutuskan untuk belajar ALKITAB lebih lagi, sehingga saya bisa semakin diubahkan sehingga kelak ketika TUHAN mempercayakan saya untuk menjadi pemimpin KTB kembali, saya bisa menjadi teladan sepenuhnya.
Selama 3 bulan awal semua begitu lancar. Memuji Tuhan setiap pagi dengan begitu kusyuk bahkan ketika job saya kurang (saat itu masih bekerja jurnalis) saya lebih memilih diam di kamar membaca ALKITAB karena sudah terlanjur menarik bagi saya ibarat novel jaman dulu yang begitu enak untuk dibaca karena penuh dengan kisah hidup para Nabi dan Raja.
Comments
Post a Comment